AJI Sebut Draf Revisi Undang-Undang Penyiaran Menegosiasikan Jurnalisme Investigasi Di Luar Nalar

Nany Afrida dan Bayu Wardhana, Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Foto/Istimewa

JAKARTA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ikut menolak draf revisi Undang-Undang (Undang-Undang) Penyiaran yang Untuk dibahas Di Lembaga Legis Latif RI. AJI menilai, banyak Nilai yang Akansegera merusak kinerja jurnalis dan produk jurnalistik yang diciptakan.

Ketua umum AJI, Nany Afrida meminta, partisipasi Kelompok terutama warga, orang-orang dan kelompok-kelompok yang ada hubungannya Didalam penyiaran Bagi menolak revisi Undang-Undang tersebut, Sebab banyak penyimpangan yang terjadi.

“Kami melihat Wacana menegosiasikan jurnalisme investigasi itu benar-benar Di luar nalar saya sebagai jurnalis dan juga teman-teman yang lain. Sebab bagaimanapun jurnalisme investigasi itu adalah strata tertinggi Untuk jurnalisme dan itu tidak semua orang bisa,” ucap Nany Di Kantor Dewan Pers, Jakarta, Selasa (14/5/2024).

“Itulah yang membantu aparat Keselamatan kadang-kadang Untuk Memperoleh informasi. Jangan jauh-jauh, contohnya saja ketika Tindak Kejahatan dana Pemberian, Untuk mana munculnya ketika itu? Untuk jurnalis,” tambahnya.

Nany menilai, pelarangan media investigatif yang dirumuskan Untuk RUU penyiaran tersebut hal yang berlebihan. Dia berharap, agar perumusan RUU tersebut bisa melibatkan banyak pihak.

“Didalam Sebab Itu saya pikir ini sedikit berlebihan. Didalam Sebab Itu kalau bisa tolong ditunda sampai masa kepengurusan Lembaga Legis Latif yang Terbaru, Setelahnya Itu melibatkan semua orang Agar ini bisa tetap mempertahankan kemerdekaan pers kita,” pungkasnya.

Sambil Itu, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengungkapkan, penolakan Di draf revisi Undang-Undang Penyiaran tersebut Untuk berbagai argumentasi. Pertama, penolakan yang pertama adalah politik hukum, tak dimasukkanya Undang-Undang 40 Tahun 1999 Untuk konsideran revisi Undang-Undang tersebut.

“Ini mencerminkan bahwa tidak mengintegrasikan kepentingan lahirnya jurnalistik yang berkualitas sebagai salah satu produk penyiaran termasuk distorsi yang Akansegera dilakukan Lewat saluram platform,” kata Ninik Di konferensi pers Di kantor Dewan Pers, Jakarta, (14/5/2024).

Kedua Ninik melanjutkan, revisi Undang-Undang Penyiaran ini menjadi salah satu penyebab jurnalis tidak merdeka, tidak independent, dan tidak Akansegera melahirkan karya jurnalistik yang berkualitas Sebab Untuk konteks pemberitaan.

“Dewan Pers berpandangan, perubahan ini diteruskan sebagian aturan aturannya Akansegera menyebabkan pers menjadi produk pers yang buruk, pers yang tidak profesional dan tidak independen,” ujar Ninik.

Ketiga, Untuk sisi proses RUU penyiaran tersebut menyalahi putusan MK nomor 91/PUU-XIII/2020 bahwa penyusunan sebuah regulasi harus banyak yang terlibat dan berpartisipasi Di dalamnya.

“Maknanya apa? Harus ada keterlibatan Kelompok, hak Kelompok Bagi didengar pendapatnya, haknmasyarakat Bagi dipertimbangkan pendapatnya,” ucap Ninik.

Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: AJI Sebut Draf Revisi Undang-Undang Penyiaran Menegosiasikan Jurnalisme Investigasi Di Luar Nalar