Yang Kita Bela Adalah Publik

Ketua IJTI, Herik Kurniawan. Foto/Danandaya Arya Putra/SINDOnews

JAKARTAIkatan Jurnalis Tv Indonesia (IJTI) menolak adanya pasal yang Berpotensi Sebagai mengancam kemerdekaan pers, Di draf revisi Undang-Undang (Undang-Undang) Penyiaran . Penolakan itu kata Ketua IJTI, Herik Kurniawan bukan semata-mata Untuk kepentingan insan pers Akan Tetapi Untuk kebaikan Komunitas banyak.

“Yang kita bela sebetulnya adalah publik, hak publik. Karena Itu jangan sampai hak publik Sebagai Merasakan informasi yang seluas-luasnya Bersama karya jurnalistik berkualitas bisa tertahan, itu yang sebenarnya kita perjuangkan Di ini,” kata Herik Di kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024).

Merespons atas draf revisi Undang-Undang Penyiaran, kata Herik seluruh anggota IJTI yang tersebar Di Indonesia, Memiliki pandangan yang sama. Kalau mereka Berencana memperjuangkan hak publik Di Merasakan informasi yang kredibel.

“Semuanya (anggota IJTI) sepakat, kita berdiri Di Di publik, kita berdiri bersama publik, apa yang kita bela adalah supaya publik bisa Merasakan informasi yang luas yang Di Bersama sumber-sumber berita yang memang harus mereka dapatkan,” katanya.

Ke Di Yang Sama, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Hendry Ch Bangun, menyebut kalau pihaknya juga menolak pasal-pasal yang merugikan kebebasan pers Di draf revisi Undang-Undang Penyiaran. Pihaknya menyoroti dua klausul Di revisi Undang-Undang itu.

“Yang kami prihatinkan itu sebetulnya ada dua ya. Pertama adalah mengenai (larangan) jurnalisme investigasi, yang kedua nanti sengketa kewenangan Di penanganan pengaduan,” ujar Hendry.

Dia mengaku, telah dua periode menjadi Dibagian dewan pers. Pada ini dewan pers, kata dia selalu objektif Di menyelesaikan sengeketa pers. Sebab dewan pers merupakan lembaga independen.

“Saya tahu betul bahwa penangan sengketa pers itu Pada ini bagus, sangat objektif, independen, tidak terpengaruh Sebab apa, Sebab Dewan Pers ini dipilih Bersama Komunitas pers ya kan,” sambungnya.

Sambil, Di draf revisi Undang-Undang tersebut, nantinya sengeketa jurnalis atau pers Berencana ditangani Bersama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Dikhawatirkan penyelesaian sengketa itu, Berencana terjadi nuansa politis, sebab KPI merupakan lembaga yang diawasi Bersama Dewan Perwakilan Rakyat.

“Sambil kalau kita tahu, bukan apa ya, KPI ini kan fit and proper test Di Dewan Perwakilan Rakyat ya Karena Itu ada nuansa-nuansa politis Di dalamnya. Kalau masih seperti ini pasalnya Berencana ada sengketa kewenangan. Nah ini yang menurut kami sebaiknya dicabut Di Di RUU itu,” kata Hendry.

Adanya larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi Di pasal itu juga Dikatakan lucu Bersama dia. Sebab jurnalisme investigasi merupakan kasta tertinggi Bersama sebuah peliputan berita.

“Kalau ini sampai tidak ada, ya lucu ya, Sebab jurnalisme investigasi kalau kita sudah biasa Di media massa kita tahu bahwa itu adalah mahkota Bersama liputan apa pun,” katanya.

Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Yang Kita Bela Adalah Publik