Roy Suryo Prihatin Para Pakar Komunikasi Bungkam Di Ditengah Polemik RUU Penyiaran

Pakar Telematika dan Multimedia, Roy Suryo mengaku prihatin melihat para pakar Komunikasi yang seolah bungkam seribu bahasa Di Ditengah polemik RUU Penyiaran yang dihasilkan Baleg Lembaga Legis Latif. Foto/SINDOnews

JAKARTA – Pakar Telematika dan Multimedia, Roy Suryo mengaku prihatin melihat para pakar Komunikasi yang seolah bungkam seribu bahasa Di Ditengah polemikRancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang dihasilkan Baleg Lembaga Legis Latif. Padahal, Kedaulatan Rakyat Indonesia Ditengah sampai Hingga titik nadir.

“Saya sekali lagi juga prihatin, Hingga mana pakar-pakar komunikasi sekarang ini? Mengapa mereka mirip-mirip Pakar IT yang ‘bungkam seribu bahasa’. Jangan sampai Komunitas suudzon Di melihat Situasi bisunya mereka dan menduga-menduga ada hal yang negatif. Bangsa ini lagi jeblok indeks demokrasinya sampai Hingga titik nadir, kalau media juga sudah dibungkam Sebagai tidak lagi bisa menayangkan jurnalisme investigatif, mau dibawa Hingga mana Indonesia (C)emas 2045,” ujar Roy Untuk keterangannya, Rabu (15/5/2024).

Lantas, dia menyampaikan bahwa RUU Penyiaran mencuat dan menjadi kontroversial Sebagai beberapa aturan disebut telah membatasi Malahan melarang jenis jurnalisme investigatif.

Padahal, menurutnya pembuatan RUU adalah Sebagai antisipasi Di munculnya Keahlian Terbaru yang belum diatur Dari Perundang-Undangan Sebelumnya Itu. Misalnya Yang Terkait Di Di penyiaran digital, khususnya layanan OTT (Over The Top), UGC (User Generated Content), Malahan AI (Kecerdasan Buatan) yang kini mulai marak.

“Tetapi kalau dibuat justru Sebagai menghambat kehidupan media yang sudah berjalan benar sebagai “The fourth pillar of democrazy” bersanding Di kekuatan eksekutif, legislatif, dan yudikatif, hal tersebut menjadi salah dan patut Diperjuangkan ada apa Di baliknya,” tandasnya.

Dia menilai kalaupun revisi harus dilakukan Sebab adanya perubahan bentuk atau lembaga penyiaran, misalnya Penggabungan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI dan TVRI (menjadi RTRI) Untuk Pasal 15A (1).

Tetapi Yang Terkait Di Di jurnalistik investigasi, mendadak RUU ini memuat Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) yang melarang media menayangkan siaran ekslusif jurnalistik investigasi. Tak hanya itu, RUU ini juga disisipkan Pasal 42 ayat (2) yang mengatur soal penyelesaian sengketa pers Di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Hal ini jelas tumpang tindih Di Perundang-Undangan Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang menyebut bahwa sengketa pers seharusnya diselesaikan Dari Dewan Pers.

Adapun dia merinci secara lebih pasal-pasal RUU Penyiaran (berdasar bukti versi 27/03/2024) yang kontroversial yaitu sebagai berikut:

1. Pasal 42 ayat (2) (tumpang tindih Di Perundang-Undangan Pers No 40/1999) Sebab Di RUU ini berbunyi “Penyelesaian sengketa Yang Terkait Di Di kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan Dari KPI sesuai Di Syarat peraturan perundang-undangan.”

Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Roy Suryo Prihatin Para Pakar Komunikasi Bungkam Di Ditengah Polemik RUU Penyiaran